Menganalisa Puisi Mentari Pagi yang Membuatmu Semangat Menjalani Kehidupan di Pagi Hari
Abstrak :
Blog ini bertujuan untuk menganalisis puisi berdasarkan referensi bab 5 mengenai manusia dan keindahan. Analisis ini menggunakan teknik analisis konten (analisis isi) dimana kita harus memahami keseluruhan tema pada data kualitatif yang kita miliki dalam hal ini puisi mentari pagi oleh Paryuni, S.Pd. Puisi ini didapatkan dari Google Books, dari buku berjudul Permata Hatiku: Kumpulan Puisi. Dengan cara memahami isi puisi lalu memahami dan mengambil pengertian, pendapat para ahli di bab 5, lalu memberikan pendapat sendiri di bawah pengertian tersebut. Hasil yang akan diperoleh dari analisa ini adalah mengetahui makna dari isi puisi mentari pagi serta kaitanya dengan manusia dan keindahan. Dengan analisis ini kita diharapkan mampu mengerti setiap kata tersurat maupun tersirat yang ada pada puisi ini.
MENTARI PAGI
Oleh Paryuni, S.Pd.
Kukuruyuk.
Suara ayam jantan berkokok
Di ufuk timur semburat warna merah
Terlihat indah lukisan Allah
Mentari pagi
Muncul menerangi bumi pertiwi
Menghiasi dunia ini
Tuk sumber penghidupan ciptaaan ilahi
Kulangkahkan kaki ini
Menuju tempat bakti
Yang selama ini kujalani
Tuk cerdaskan anak negeri
A.
KEINDAHAN
Kata
keindahan berasal dari kata indah, artinya bagus, permai, cantik, elok, molek,
dan sebagainya. Benda yang mempunyai sifat indah ialah segala hasil seni,
pemandangan alam, manusia, rumah, tatanan, perabot rumah tangga, suara, wama,
dan sebaginya. Kawasan keindahan bagi manusia sangat luas, seluas
keanekaragaman manusia dan sesuai pula dengan perkembangan peradaban teknologi,
sosial, dan budaya. Karena itu keindahan dapat dikatakan, bahwa keindahan
merupakan bagian hidup manusia. Keindahan tak dapat dipisahkan dari kehidupan
manusia. Dimanapun kapan pun dan siapa saja dapat menikmati keindahan.
Keindahan
adalah identik dengan kebenaran. Keindahan kebenaran dan kebenaran adalah
keindahan. Keduanya mempunyai nilai yang sama yaitu abadi, dan mempunyai daya tarik
yang selalu bertambah. Yang tidak mengandung kebenaran berarti tidak indah.
Karena itu tiruan lukisan Monalisa tidak indah, karena dasamya tidak benar.
Sudah tentu kebenaran disini bukan kebenaran ilmu, melainkan kebenaran menurut
konsep seni. Dalam seni, seni berusaha memberikan makna sepenuh-penuhnya mengenai
obyek yang diungkapkan.
Keindahan
juga bersifat universal, artinya tidak terikat oleh selera perseorangan, waktu
dan tempat, selera mode, kedaerahan atau lokal.
Pada bait pertama puisi diatas, menggambarkan keindahan di pagi hari, dengan adanya suara ayam berkokok, matahari terbit yang berwarna kemerahan, yang di ungkapkan dengan kata-kata terlihat indah lukisan Allah.
a.
Apakah Keindahan Itu?
Sebenamya
sulit bagi kita untuk menyatakan apakah keindahan itu. Keindahan itu suatu
konsep abstrak yang tidak dapat dinikmati karena tidak jelas. Keindahan itu
baru jelas jika telah dihubungkan dengan sesuatu yang berwujud atau suatu
karya. Dengan kata lain keindahan itu baru dapat dinikmati jika dihubungkan
dengan suatu bentuk. Dengan bentuk itu keindahan dapat berkomunikasi. Jadi,
sulit bagi kita jika berbicara mengenai keindahan. tetapi jelas bagi kita jika
berbicara mengenai sesuatu yang indah. Keindahan hanya sebuah konsep, yang baru
berkomunikasi setelah mempunyai bentuk, misalnya lukisan, pemandangan alam, tubuh
yang molek, film, nyanyian.
Menurut
The Liang Gie dalam bukunya "Garis besar estetika". Menurut asal
katanya. dalam bahasa Inggris keindahan itu diterjemahkan dengan kata
"beutiful" dalam bahasa Perancis "beau", sedang Italia dan
spanyol "bello" berasal dari kata latin "bellum". Akar
katanya adalah "bonum" yang berarti kebaikan, kemudian mempunyai bentuk
pengecilan menjadi "bonellum" dan terakhir diperpendek sehingga
ditulis "bellum
Menurut
cakupannya orang harus membedakan antara keindahan sebagai suatu kwalita
abstrak dan sebagai sebuah benda tertentu yang indah. Untuk perbedaan ini dalam
bahasa Inggris sering dipergunakan istilah beauty (keindahan) dan the beautiful
(benda atau hal yang indah). Dalam pembatasan filsafat kedua pengertian itu
kadang-kadang dicampuradukkan saja. Disamping itu terdapat pula perbedaan menurut
luasnya pengertian, yakni :
a)
keindahan dalam arti yang luas
b)
keindahan dalam arti estetis mumi
c)
keindahan dalam arti terbatas dalam hubungannya dengan penglihatan
Keindahan
dalam arti luas merupakan pengertian semula dari bangsa Yunani dulu yang
didalamnya tercakup pula kebaikan. Plato misalnya menyebut tentang watak yang
indah dan hukum yang indah, sedang Aristoteles merumuskan keindahan sebagi
sesuatu yang selain baik juga menyenangkan. Plotinus menulis tentang ilmu yang
indah dan kebajikan yang indah. Orang Yunani dulu berbicara pula mengenai buah
pikiran yang indah dan adat kebiasaan yang indah. Tapi bangsa Yunani juga
mengenal pengertian keindahan dalam arti estetis yang disebutnya 'symmetria'
untuk keindahan berdasarkan penglihatan ( misalnya pada karya pahat dan
arsitektur ) dan harmonia untuk keindahan berdasarkan pendengaran (musik). Jadi
pengertian keindahan yang seluas-luasnya meliputi :
-
keindahan
seni
-
keindahan
alam
-
keindahan
moral
-
keindahan
intelektual
Untuk keindahaan alam dalam artian luas, puisi diatas lebih mengarah ke keindahan alam, Ditunjukkan beberapa keadaan yang terjadi di pagi hari, seperti suara ayam berkokok, matahari terbit yang berwarna kemerahan
Keindahan
dalam arti estetis murni menyangkut pengalaman estetis dari seseorang dalam
hubungannya dengan segala sesuatu yang dicerapnya. Sedang keindahan dalam arti
terbatas lebih disempitkan sehingga hanya menyangkut benda-benda yang
dicerapnya dengan penglihatan, yakni berupa keindahan dari bentuk dan wama.
Untuk keindahan alam dalam artian estetis murni, puisi diatas menggambarkan indahnya bentuk matahari terbit yang berwarna kemerahan. DItunjukkan pada bait kedua pengalaman estetis sang tokoh puisi tersebut, Muncul menerangi bumi pertiwi, Menghiasi dunia ini, yang menyatakan bahwa sang tokoh senang dengan kehadiran martahari yang berwarna kemerahan tersebut menghiasi pagi hari.
Dari
pembagian dan pembedaan terhadap keindahan diatas, masih belum jelas apakah
sesungguhnya keindahan itu. Ini memang merupakan suatu persoalan filsafati yang
jawabannya beraneka ragam. Salah satu jawaban mencari ciri-ciri umum yang ada
pada semua benda yang dianggap indah dan kemudian menyamakan ciri-ciri atau kwalita
hakiki itu dengan pengertian keindahan. Jadi keindahan pada dasamya adalah
sejumlah kwalita pokok tertentu yang terdapat pada suatu hal. Kwalita yang
paling sering disebut adalah kesatuan (unity), keselarasan (harmony),
kesetangkupan (symmetry), keseimbangan (balance) dan perlawanan (contrast).
Dari
ciri itu dapat diambil kesimpulan, bahwa keindahan tersusun dari berbagai
keselarasan dan kebaikan dari garis, wama, bentuk, nada dan kata-kata. Ada pula
yang berpendapat, bahwa keindahan adalah suatu kumpulan hubungan-hubungan yang
selaras
dalam
suatu benda dan di antara benda itu dengan si pengamat. Filsuf dewasa ini
merumuskan keindahan sebagai kesatuan hubungan yang terdapat antara
pencerapan-pencerapan inderawi kita (beaty is unity of formal relations of our
sense perceptions).
Sebagian
filsuf lain menghubungan pengertian keindahan dengan ide kesenangan (pleasure),
yang merupakan sesuatu yang menyenangkan terhadap penglihatan atau pendengaran.
Filsuf abad pertengahan Thomas Aquinos (1225-1274) mengatakan, bahwa keindahan
adalah sesuatu yang menyenangkan bilamana dilihat.
Untuk pengertian keindahan merupakan sesuatu yang menyenangkan penglihatan atau pendengaran. Dalam puisi ini semua menjadi selaras karena suara ayam berkokok di pagi hari dan matahari terbit yang berwarna kemerahan membuat sang tokoh bersenang hati melangkahkan kakinya dipagi hari.
Temyata
untuk menjawab "apakah keindahan itu" banyak sekali jawabannya.
Karena itu dalam estetika modem orang lebih suka berbicara tentang seni dan dan
pengalaman estetik, karena ini bukan pengalaman abstrak melainkan gejala
konkret yang dapat ditelaah dengan pengamatan secara empirik dan penguraian
yang sistematik.
b. Nilai Estetik
Dalam rangka teori umum tentang nilai The Liang gie menjelaskan bahwa pengertian keindahan dianggap sebagai salah satu jenis nilai seperti hal nya nilai moral, nilai ekonomik, nilai pendidikan, dan sebagainya. Nilai yang berhubungan dengan segala sesuatu yang tercakup dalam pengertian keindahan disebut nilai estetik.
Masalahnya
sekarang ialah: apakah nilai estetik itu ? dalam bidang filsafat, istilah nilai
seringkali dipakai sebagai suatu kata benda abstrak yang berarti keberhargaan
(worth) atau kebaikan (goodness). Dalam dictionary of sociology and related
sciences diberikan perumusan tentang value yang lebih terinci lagi sebagai
berikut :
"The
believed capacity of any object to satisfy a human desire. The quality of any
abject which causes it to be on interest to an individual or a group". (
kemampuan yang dipercaya ada pada sesuatu benda untuk memuaskan suatu keinginan
manusia. Sifat dari sesuatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau
sesuatu golongan).
Untuk nilai keberhargaan dan kebaikan, dalam puisi tersebut menggambarkan keberhargaan dan kebaikan matahari terbit yang berwarna kemerahan itu yang muncul menerangi bumi pertiwi.
Menurut
kamus itu selanjutnya nilai adalah semata-mata suatu realita psikologis yang
harus dibedakan secara tegas dari kegunaan, karena terdapat dalam jiwa manusia
dan bukan pada bendanya itu sendiri. Nilai itu oleh orang dipercaya terdapat
pada sesuatu benda sampai terbukti ketakbenarannya.
Tentang
nilai itu ada yang membedakan antara nilai subyektif dan nilai obyektif, atau
ada yang membedakan nilai perseorangan dan nilai kemasyarakatan. Tetapi
penggolongan yang penting adalah nilai ekstrinsik dan nilai instrinsik.
Nilai ekstrinsik adalah sifat baik dari suatu benda sebagai alat atau sarana untuk sesuatu hal lainnya (instrumental/contributory value), yakni nilai yang bersifat sebagai alat atau membantu.. Nilai instrinsik adalah sifat baik dari benda yang bersangkutan, atau sebagai suatu tujuan, ataupun demi kepentingan benda itu sendiri.
Dalam puisi diatas, puisi tersebut merupakan nilai intrinsik yang mendukung kepentingan dalam kasus ini pesan yang ingin disampaikan dalam puisi ini.
Segala pesan dalam puisi diatas merupakan nilai ekstrinsik karena membuat kita ingat akan keindahan dipagi hari yang membuat kita sadar dan bersyukur.
c. Kontemplasi dan Ekstansi
Keindahan
dapat dinikmati menurut selera seni dan selera biasa. Keindahan yang didasarkan
pada selera seni didukung oleh faktor kontemplasi dan ekstansi. Kontemplasi
adalah dasar dalam diri manusia untuk menciptakan sesuatu yang indah. Ekstansi
adalah dasar dalam diri manusia untuk menyatakan, merasakan dan menikmati
sesuatu yang indah. Apabila kedua dasar ini dihubungkan dengan bentuk di luar
diri manusia, maka akan terjadi penilaian bahwa sesuatu itu indah. Sesuatu yang
indah itu memikat atau menarik perhatian orang yang melihat, mendengar. Bentuk
diluar diri manusia itu berupa karya budaya yaitu karya seni lukis, seni suara,
seni tari, seni sastra, seni drama dan film, atau berupa ciptaan Tuhan misalnya
pemandangan alam, bunga warna-wami, dan lain-lain.
Dalam puisi diatas penilaian tokoh tersebut menikmati suatu yang indah dalam hal ini pemandangan indah di pagi hari yang berwarna kemerahan.
Apabila
kontemplasi dan ekstansi itu dihubungkan dengan kreativitas, maka kontemplasi
itu faktor pendorong untuk menciptakan keindahan, sedangkan ekstansi itu
merupakan faktor pendorong utuk merasakan, menikmati keindahan. Karena drajad
kontemplasi dan ekstansi itu berbeda-beda antara setiap manusia, maka tanggapan
terhadap keindahan karya seni juga berbeda-beda. Mungkin orang yang satu
mengatakan karya seni itu indah, tetapi orang lain mengatakan karya seni itu
tidak/kurang indah, karena selera seni berlainan.
Bagi
seorang seniman selera seni lebih dominan dibandingkan dengan orang bukan
seniman. Bagi orang bukan seniman mungkin faktor ekstansi lebih menonjol. Jadi,
ia lebih suka menikmati karya seni daripada menciptakan karya seni. Dengan kata
lain, ia hanya mampu menikmati keindahan tetapi tidak mampu menciptakan
keindahan.
d. Apa Sebab Manusia Menciptakan Keindahan?
Keindahan
itu pada dasamya adalah alamiah. Alam ciptaan Tuhan. Ini berarti bahwa
keindahan itu ciptaan Tuhan. Alamiah artinya wajar, tidak berlebihan tidak pula
kurang. Kalau pelukis melukis wanita lebih cantik dari keadaan sebenamya,
justru tidak indah. Bila ada pemain drama yang berlebih-lebihan; misalnya marah
dengan meluap-luap padahal masalahnya kecil, atau karena kehilangan sesuatu
yang tidak berharga kemudiah menangis meraung-raung, itu berarti tidak indah.
Pengungkapan
keindahan dalam karya seni didasari oleh motivasi tertentu dan dengan tujuan
tertentu pula. Motivasi itu dapat berupa pengalaman atau kenyataan mengenai
penderitaan hidup manusia, mengenai kemerosotan moral, mengenai perubahan
nilai-nilai dalam masyarakat, mengenai keagungan Tuhan, dan banyak lagi
lainnya. Tujuannya tentu saja dilihat dari segi nilai kehidupan manusia,
martabat manusia, kegunaan bagi manusia secara kodrati. Berikut ini akan dicoba
menguraikan alasan/motivasi dan tujuan seniman menciptakan keindahan.
Dalam puisi diatas, pemandangan indah di pagi hari membuat sang tokoh memiliki motivasi dari segi nlai kehidupan manusia yaitu bersemangat untuk semakin mencerdaskan anak negeri.
(1)
Tata nilai yang telah usang
Tata
nilai yang terjelma dalam adat istiadat ada yang sudah tidak sesuai lagi dengan
keadaan, sehingga dirasakan sebagai hambatan yang merugikan dan mengorbankan
nilai-nilai kemanusiaan, misalnya kawin paksa, pingitan, derajad wanita lebih
rendah dari derajad laki-laki. Tata nilai semacam ini dipandang sebagai
mengurangi nilai moral kehidupan masyarakat, sehingga dikatakan tidak indah.
Yang tidak indah harus disingkirkan dan digantikan dengan yang indah. Yang
indah ialah tata nilai yang menghargai dan mengangkat martabat manusia,
misalnya wanita.
Hal
ini menjadi tema para sastrawan zaman Balai Pustaka, dengan tujuan untuk
merubah keadaan dan memperbaiki nasib kaum wanita. Sebagai contoh novel yang
menggambarkan keadaan ini ialah "layar terkembang" oleh Sutan Takdir
Alisyahbana, "Siti Nurbaya" oleh Marah Rusli.
Menurut pendapat saya puisi diatas bukan mengambil tema tata nilai yang telah usang karena pemandangan tidak berhubungan sama sekali dengan nilai moral masyarakat.
(2)
Kemerosotan Zaman
Keadaan
yang merendahkan derajad dan nilai kemanusiaan ditandai dengan kemerosotan
moral. Kemerosotan moral dapat diketahui dari tingkah laku dan perbuatan
manusia yang bejad terutama dari segi kebutuhan seksual. Kebutuhan seksual ini
dipenuhinya tanpa menghiraukan ketentuan-ketentuan hukum agama, dan moral
masyarakat. Yang demikian itu dikatakan tidak baik, yang tidak baik itu tidak
indah. Yang tidak indah itu harus disingkirkan melalui protes yang antara lain
diungkapkan dalam karya seni.
Untuk kemerosotan zaman pun puisi diatas juga tidak menggambarkan hal ini.
(3)
penderitaan manusia
Banyak faktor yang membuat manusia itu menderita. Tetapi yang paling menentukan ialah faktor manusia itu sendiri. Manusialah yang membuat orang menderita sebagai akibat nafsu ingin berkuasa, serakah, tidak berhati-hati dan sebagainya.
Keadaan
demikian ini tidak mempunyai daya tarik dan tidak menyenangkan, karena nilai
kemanusiaan telah diabaikan, dan dikatakan tidak indah. Yang tidak indah itu
harus dilenyapkan karena tidak bermanfaat bagi kemanusiaan.
Tidak ada bait dalam puisi diatas yang menyatakan kekejaman manusia.
(4)
Keagungan Tuhan
Keagungan
Tuhan dapat dibuktikan melalui keindahan alam dan keteraturan alam semesta
serta kejadian-kejadian alam. Keindahan alam merupakan keindahan mutlak ciptaan
Tuhan. Manusia hanya dapat meniru saja keindahan ciptaan Tuhan itu.
Seindah-indah tiruan terhadap ciptaan Tuhan, tidak akan menyamai keindahan
ciptaan Tuhan itu sendiri. Kecantikan seorang wanita ciptaan Tuhan membuat
kagum seniman Leonardo da Vinci. Karena itu ia berusaha meniru ciptaan Tuhan
dengan melukis Monalisa sebagai wanita cantik. Lukisan monalisa sangat terkenal
karena menarik dan tidak membosankan.
Pada bait pertama puisi diatas menggambarkan keindahan di pagi hari yang membuat sang tokoh menyadari indahnya luksan Allah.
d.
KEINDAHAN MENURUT PANDANGAN ROMANTIK
Dalam
buku AN Essay on Man (1954), Ems Cassirer mengatakan bahwa arti keindahan tidak
bisa pemah selesai diperdebatkan. Meskipun demikian, kita dapat menggunakan
kata-kata penyair romantik John Keats (1795-1821) sebagai pegangan. Dalam
Endymion dia berkata :
A
thing of beuty is a joy forever
its
loveliness iscreases; it wil never pass into nothingness
Dia mengatakan, bahwa sesuatu yang indah adalah keriangan selama-lamanya, kemolekannya bertambah, dan tidak pemah berlalu ke ketiadaan. Dari sini kita mengetahui bahwa keindahan hanyalah sebuah konsep yang baru berkomunikasi setelah mempunyai bentuk. Karena itu dia tidak berbicara langsung mengenai keindahan, akan tetapi sesuatu yang indah.
Dalam
sajak di atas, Keats mengambil bahannya dari Endymion yang terdapat dalam
mitologi Yunani kuno. Endymion dalam mitologi itu sendiri merupakan penjabaran
dari konsep keindahan pada jaman Yunani kuno. Menurut mitologi Yunani ini,
Endymion adalah seorang gembala yang oleh para dewa diberi keindahan abadi. Dia
selalu muda, selamanya tidur, dan tidak pemah diganggu oleh siapapun.
Menurut
Keats, orang yang mempunyai konsep keindahan hanya tertentu jumlahnya. Mereka
mempunyai negatif capability, yaitu kemampuan untuk selalu dalam keadaan
ragu-ragu, tidak menentu dan misterius tanpa mengganggu keseimbangan jiwa dan tindakannya
hanya pikiran dan hatinya yang selalu diliputi keresahan.
Mengenai
keindahan, Coleridge mengutip Shakespeare (1564-1616) dalam karyanya midsummer
night: Thing base and vile holding no quality/ love can transpose to form and
dignity", yaitu sesuatu yang rendah dan tidak menpunyai nilai, dapat
berubah dan menjadi berarti. Inilah yang menggelisahkan Coleridge. Dia
menggunakan tembakau sebagai contoh: karena kekuatan kebiasaanlah, maka
tembakau yang sebenarnya tidak enak dapat menjadi nikmat. Perubahan ini dapat
mempengaruhi imajinasi: dengan merasakan nikmatnya tembakau maka dalam
angan-angan seseorang, segala sesuatu yang berhubungan dengan tembakau dapat
menjadi indah. Coleridge melihat, bahwa kebiasaan mempunyai akibat terhadap
daya tangkap terhadap sesuatu yang indah, dan karena itu juga dapat mempengaruhi
konsep keindahan seseorang.
Dalam puisi diatas, pada bait terakhir ditunjukkan kebiasaan sang tokoh menjalani kehidupan di pagi hari membuat ia sadar akan keindahan di pagi hari yang membuatnya bersemangat tuk cerdaskan anak negeri.
Kegelisahan
Coleridge ini tercemin dalam "Frost at midnight (1798), sebuah sanjak
mengenai salju tipis yang turun di tengah malam. Salju inilah yang baginya
merupakan hal sesaat. Jatuhnya salju ini mengingatkan Coleridge pada dusunnya
yang penuh sesak orang Disini proses imajinasinya mulai tumbuh. Kemudian
keadaan dusun yang penuh sesak in melompat ingatannya pada masa kanak-kanak.
maka terbentuklah konsep keindahan, disini: kesepihan, kesendirian, dan
ketidakberdosaan (innocence) anak kecil adalah keindahan. Keindahan adalah
sublimasi yang terjadi karena kebebasan menyendiri dan hikmah ketidakberdosaan.
Puisi diatas tidak menggambarkan ingatan masa kecil, karena keindahan yang dimaksud dalam puisi diatas adalah keindahan alam yang dijalani selama ini.
Selanjutnya
Keats membedakan antara orang biasa dan seniman, dan antara seniman biasa dan
seniman yang baik yang dapat mencipta sesuatu yang indah menurut dia. Pada
sesuatu kesempatan ia melihat lukisan "Death on the Pale Horse",
karya pelukis West. misalnya, yaitu mengenai seseorang yang mati di atas kuda
yang pucat, dia langsung berpendapat bahwa West bukanlah seniman yang baik.
Menurut Keats, West tidak mempunyai cukup negative capability.
Pada hakekatnya negative capability adalah suatu proses. Keraguan, ketidaktentuan dan misteri adalah suatu proses. Proses inilah yang membuat seseorang menjadi kreatif. Orang yang tidak mempunyai negative capability tidak akan kreatif, karena segala sesuatu baginya sudah jelas, tidak menimbulkan keraguan dan tidak merupakan misteri. Bagi Keats. proses kreativitas identik dengan perjuangan untuk menciptakan keindahan, atau lebih tepatnya. menciptakan sesuatu yang indah. Ini terlihat antara lain pada sanjaknya sendiri "Endymor" yang mempunyai banyak kesalahan. Sekalipun dalam sanjak ini dia dapat membaut batasan mengenai sesuatu yang indah, akan tetapi dia merasa sanjak ini temya. indah dan dengan demikian tidak berhasil mengungkapkan keindahan send... pemb. sanjak itu segera mempunyai konsensus bahwa Endymon lambang keindahan, meskipun Keats sendiri sanjak nya gagal.
Menurut pendapat saya tokoh dalam puisi diatas tidak digambarkan memiliki ketidakpasian dan keragu-raguan (Negative capability) yang membuat ia sadar akan kesenangannya pada keindahan di pagi hari.
Mengenai
burung bul-bul, suatu hari Keats duduk di kursi malas di bahwah pohon, kemudian
tertidur. Beberapa saat terbangun, dan merasa mendengar suara burung bul-bul.
Imajinasinya langsung bekerja, dan langsung membentuk konsep keindahan.
Menulislah ia, bahwa didunia ini "beauty cannot keep her lustors
eyes", yaitu keindahan tidak dapat menyembunyikan mata yang
bersinar-sinar.
Ada
persamaan hakiki antara J.Keats dan Coleridge dalam menanggapi hal-hal sesaat.
Bagi mereka hal-hal sesaat adalah pelatuk yang meledakkan imajinasi dan imajinasi
ini langsung membentuk keindahan..
B.
RENUNGAN
Renungan
berasal dari kata renung: artinya diam-diam memikirkan sesuatu, atau memikirkan
sesuatu dengan dalam-dalam. Renungan adalah hasil merenung. Dalam merenung
untuk menciptakan seni ada beberapa teori. Teori-teori itu ialah: teori
pengungkapan, teori metafisik dan teori psikologik.
(a).
TEORI PENGUNGKAPAN
Dalil dari teori ini ialah bahwa "Art is an expression of human feeling" ( seni adalah suatu pengungkapan dari perasaan manusia). Teori ini terutama bertalian dengan apa yang dialami oleh seorang seniman ketika menciptakan suatu karya seni.
Tokoh
teori ekspresi yang paling terkenal ialah filsuf Italia Benedeto Croce
(1886-1952) dengan karyanya yang telah diterjemahkan kedalam bahasa Inggris
"aesthetic as Science of Expresion and General Linguistic". Beliau
antara lain menyatakan bahwa "art is expression of impressions" (Seni
adalah pengungkapan dari kesan-kesan) Expression adalah sama dengan intuition.
Dan intuisi adalah pengetahuan intuitif yang diperoleh melalui penghayatan
tentang hal-hal individuil yang menghasilkan gambaran angan-angan (images).
Dengan demikian pengungkapan itu berwujud pelbagai gambaran angan-angan seperti
misalnya images wama, garis dan kata. Bagi seseorang pengungkapan berarti
menciptakan seni dalam dirinya tanpa perlu adanya kegiatan jasman:ah keluar.
Pengalaman estetis seseorang tidak lain adalah ekspresi dalam gambaran
angan-angan.
Puisi diatas menggambarkan ungkapan perasaan manusia yang merasa bersyukur atas munculnya mentari pagi yang menerangi bumi pertiwi untuk sumber penghidupan ciptaan ilahi.
Seorang
tokoh lainnya dari teori pengungkapan adalah Leo Tolstoi dia menegaskan bahwa
kegiatan seni adalah memunculkan dalam diri sendiri suatu perasaan yang
seseorang telah mengalaminya dan setelah memunculkan itu kemudian dengan
perantaraan pelbagai gerak, garis, wama, suara dan bentuk yang diungkapkan dalam
kata-kata memindahkan perasaan itu sehingga orang-orang mengalami perasaan yang
sama.
Sang tokoh dalam puisi diatas menggambarkan keindahan pagi hari dengan warna kemerahan dan suara ayam berkokok yang memindahkan perasaannya kepada kita yang bisa ikut merasakannya hanya dari ungkapan tokoh tersebut.
(b).
TEORI METAFISIK
Teori
seni yang bercorak metafisis merupakan salah satu teori yang tertua, yakni
berasal dari Plato yang karya-karya tulisannya untuk sebagian membahas estetik
filsafati, konsepsi keindahan dan teori seni. Mengenai sumber seni Plato
mengemukakan suatu teori peniruan (imitation theory). Ini sesuai dengan
metafisika Plato yang mendalilkan adanya dunia ide pada taraf yang tertinggi
sebagai realita Ilahi. Pada taraf yang lebih rendah terdapat realita duniawi
ini yang merupakan cerminan semu dan mirip realita ilahi itu. Dan karya seni
yang dibuat manusia hanyalah merupakan mimemis (tiruan) dari realita duniawi
Sebagai contoh Plato mengemukakan ide Ke-ranjangan yang abadi, asli dan indah
sempuma ciptaan Tuhan. Kemudian dalam dunia ini tukang kayu membuat ranjang
dari kayu yang merupakan ide tertinggi ke-ranjangan-an itu. Dan akhimya seniman
meniru ranjang kayu itu dengan menggambarkannya dalam sebuah lukisan. Jadi
karya seni adalah tiruan dari suatu tiruan lain sehingga bersifat jauh dari
kebenaran atau dapat menyesatkan. Karena itu seniman tidak mendapat tempat
sebagai warga dari negara Republik yang ideal menurut Plato.
Menurut pendapat saya, puisi diatas merupakan gambaran keindahan ciptaan Tuhan sehingga tidak terdapat keterlibatan karya seni manusia pada puisi diatas.
Dalam
jaman modem suatu teori seni lainnya yang juga bercorak metafisis dikemukakan
oleh filsuf Arthur Schopenhauer (1788-1860). Menurut beliau seni adalah suatu
bentuk dari pemahaman terhadap realita. Dan realita yang sejati adalah suatu
keinginan (will) yang sementara. Dunia obyektif sebagai ide hanyalah wujud luar
dari keinginan itu. Selanjutnya ide-ide itu mempunyai perwujudan sebagai
benda-benda khusus. Pengetahuan sehari-hari adalah pengetahuan praktis yang
berhubungan dengan benda-benda itu. Tapi ada pengetahuan yang lebih tinggi
kedudukannya, yakni yang diperoleh bilamana pikiran diarahkan kepada ide-ide
dan merenungkannya demi ide-ide itu sendiri. Dengan melalui perenungan semacam
ini lahirlah karya seni. Seniman besar adalah seseorang yang mampu dengan
perenungannya itu menembus segi-segi praktis dari benda-benda disekelilingnya
dan sampai pada maknanya yang dalam, yakni memahami ide-ide dibaliknya.
Menurut pendapat saya dari seluruh kata-kata puisi diatas dapat mengungkapkan pemahaman sang tokoh terhadap realita, pengetahuan sehari-hari, sehingga ia dapat merasakan seni dari keindahan di pagi hari.
(c).
TEORI PSIKOLOGIS
Teori-teori
metafisis dari para filsuf yang bergerak diatas taraf manusiawi dengan
konsepsi-konsepsi tentang ide tertinggi atau kehendak semesta umumnya tidak
memuaskan, karena terlampau abstrak dan spekulatif. Sebagian ahli estetik dalam
abad modem menelaah teori-teori seni dari sudut hubungan karya seni dan alam
pikiran penciptanya dengan mempergunakan metode-metode psikologis. Misalnya
berdasarkan psikoanalisa dikemukakan teori bahwa proses penciptaan seni adalah
pemenuhan keinginan-keinginan bawah sadar dari seseorang seniman. Sedang karya
seninya itu merupakan bentuk terselubung atau diperhalus yang diwujudkan keluar
dari keinginan-keinginan itu.
Suatu teori lain tentang sumber seni ialah teori permainan yang dikembangkan oleh Freedrick Schiller (1757-1805) dan Herbert Spencer (1820-1903). Menurut Schiller, asal mula seni adalah dorongan batin untuk bermain-main (play impulse) yang ada dalam diri seseorang. Seni merupakan semacam permainan menyeimbangkan segenap kemampuan mental manusia berhubungan dengan adanya kelebihan energi yang harus dikeluarkan. Bagi Spencer, permainan itu berperanan untuk mencegah kemampuan-kemampuan mental manusia menganggur dan kemudian menciut karena disia-siakan. Seseorang yang semakin meningkat taraf kehidupannya tidak memakai habis energinya untuk keperluan sehari-hari, kelebihan tenaga itu lalu menciptakan kebutuhan dan kesempatan untuk melakukan rangkaian permainan yang imaginatif dan kegiatan yang akhimya menghasilkan karya seni. Teori permainan tentang seni tidak sepenuhnya diterima oleh para ahli estetik. Keberatan pokok yang dapat diajukan ialah bahwa permainan merupakan suatu kreasi, padahal seni adalah kegiatan yang serius dan pada dasamya kreatif.
Sebuah
teori lagi yang dapat dimasukkan dalam teori psikologis ialah teori penandaan
(signification Theory) yang memandang seni sebagi suatu lambang atau tanda dari
perasaan manusia. Simbol atau tanda yang menyerupai atau mirip dengan benda
yang dilambangkan disebut iconic sign (tanda serupa), misalnya tanda lalu
lintas yang memperingatkan jalan yang berbelok-belok dengan semacam huruf Z
adalah suatu tanda yang serupa atau mirip dengan keadaan jalan yang dilalui.
Menurut teori penandaan itu karya seni adalah iconic signs dari proses
psikologis yang berlangsung dalam diri manusia, khususnya tanda-tanda dari
perasaannya. Sebagai contoh sebuah lagu dengan irama naik turun dan alunan
cepat lambat serta akhimya berhenti adalah simbol atau tanda dari kehidupan
manusia dengan pelbagai perasaannya yang ada pasang atau surut serta
tergesa-gesa atau santainya dan ada akhimya.
Sesuai dengan teori diatas, menurut pendapat saya tokoh diatas dengan perasaan yang gembira dipagi hari sesuai dengan suasana di pagi hari yang membuat ketersesuaian antara perasaan dan keadaan gembira sehingga sang tokoh dapat merasakan seni dari keindahan di pagi hari.
C.
KESERASIAN
Keserasian
berasal dari kata serasi dan dari kata dasar rasi, artinya cocok, kena benar,
dan sesuai benar. Kata cocok, kena dan sesuai itu mengandung unsur perpaduan,
pertentangan. ukuran dan seimbang.
Dalam
pengertian perpaduan misalnya, orang berpakaian harus dipadukan wamanya bagian
atas dengan bagian bawah. Atau disesuaikan dengan kulitnya. Apabila cara memadu
itu kurang cocok, maka akan merusak pemandangan. Sebaliknya, bila serasi benar
akan membuat orang puas karenanya. Atau orang yang berkulit hitam kurang pantas
bila memakau baju wama hijau, karena wama itu justru menggelapkan kulitnya.
Pertentanganpun
menghasilkan keserasian. Misalnya dalam dunia musik, pada hakekatnya irama yang
mengalun itu merupakan pertentangan suara tinggi rendah, panjang pendek, dan
keras lembut.
Karena itu dalam keindahan ini, sebagian ahli pikir menjelaskan, bahwa keindahan pada dasamya adalah sejumlah kualitas / pokok tertentu yang terdapat pada sesuatu hal. Kualita yang paling sering disebut adalah kesatuan (unity). keselarasan (harmony). kesetangkupan (symetry), keseimbangan (balance), dan keterbalikan (contrast). Selanjutnua dalam hal keindahan itu dikatakan tersusun dari berbagai keselarasan dan keterbalikan dari garis, warna, bentuk, nada dan kata-kata. Tetapi ada pula yang berpendapat bahwa keindahan adalah suatu kumpulan hubungan yang serasi dalam suatu benda dan diantara benda itu dengan si pengamat.
Menurut pendapat saya terdapat keserasian dari semangat mencerdaskan anak negeri dengan keadaan di pagi hari sehingga keindahan itu tersusun dan amat serasi dengan yang dirasakan sang tokoh.
Filsuf
Ingris Herbert Read merumuskan definisi, bahwa keindahan adalah kesatuan dan
hubungan-hubungan bentuk yang terdapat di antara pencerapan-pencerapan inderawi
kita (beauty is unity of formal relations among our sence-perception). Pendapat
lain menganggap pengalaman estetik suatu keselarasan dinamik dari perenungan
yang menyenangkan. Dalam keselarasan itu seseorang memiliki perasaan-perasaan
seimbang dan tenang, mencapai cita rasa akan sesuatu yang terakhir dan rasa
hidup sesaat di tempat-tempat kesempurnaan yang dengan senang hati ingin
diperpanjangnya.
Berdasarkan definisi Herbert Read, perasaan seimbang dan tenang sang tokoh membuat sang tokoh mencapai rasa hidup sesaat di tempat-tempat kesempurnaan yang dengan senang hati ingin diperpanjangnya karena ia ingin terus mencerdaskan anak negeri dengan adanya keindahan di pagi hari yang menyemangatinya.
(a).
TEORI OBYEKTIF DAN TEORI SUBYEKTIF
The
Liang Gie dalam bukunya garis besar estetika menjelaskan, bahwa dalam mencipta
seni ada dua teori yakni teori obyektif dan teori subyektif.
Salah
satu persoalan pokok dari teori keindahan adalah mengenai sifat dasar dari
keindahan. Apakah keindahan merupakan sesuatu yang ada pada benda indah atau
hanya terdapat dalam alam pikiran orang yang mengamati benda tersebut. Dari persoalan-persoalan
tersebut lahirlah dua kelompok teori yang terkenal sebagai teori obyektif dan
teori subyektif.
Pendukung
teori obyektif adalah Plato, Hegel dan Berard Bocanquat, sedang pendukung teori
subyektif ialah Henry Home, Earlof Shaffesbury, dan Edmund Burke.
Teori
obyektif berpendapat, bahwa keindahan atau ciri-ciri yang mencipta nilai
estetik adalah sifat (kualita) yang memang telah melekat pada bentuk indah yang
bersangkutan, terlepas dari orang yang mengamatinya. Pengamatan orang hanyalah
mengungkapkan sifat-sifat indah yang sudah ada pada sesuatu benda dan sama
sekali tidak berpengaruh untuk menghubungkan. Yang menjadi masalah ialah
ciri-ciri khusus manakah yang membuat sesuatu benda menjadi indah atau dianggap
bernilai estetik, salah satu jawaban yang telah diberikan selama berabad-abad
ialah perimbangan antara bagian-bagian dalam benda indah itu. Pendapat lain
menyatakan, bahwa nilai estetik itu tercipta dengan terpenuhinya asas-asas
tertentu mengenai bentuk pada sesuatu benda.
Teori subyektif, menyatakan bahwa ciri-ciri yang menciptakan keindahan suatu benda itu tidak ada, yang ada hanya perasaan dalam diri seseorang yang mengamati sesuatu benda. Adanya keindahan semata-mata tergantung pada pencerapan dari si pengamat itu. Kalaupun dinyatakan bahwa sesuatu benda mempunyai nilai estetik, maka hal itu diartikan bahwa seseorang pengamat memperoleh sesuatu pengalaman estetik sebagai tanggapan terhadap benda indah itu.
Menurut pendapat saya, puisi diatas masuk kedalam teori subyektif karena perasaan senang tokoh tersebut dan keadaan di pagi hari membuat sang tokoh menciptakan keindahan yang ingin ia rasakan.
(b)
TEORI PERIMBANGAN
Teori
obyektif memandang keindahan sebagai suatu kwalita dari benda-benda: Kwalita
bagaimana yang menyebabkan sesuatu benda disebut indah telah dijawab oleh
bangsa Yunani Kuno dengan teori perimbangan yang bertahan sejak abab 5 sebelum
Masehi sampai abab 17 di Eropa. Sebagai contoh bangunan arsitektur Yunani Kuno yang
berupa banyak tiang besar.
Teori perimbangan tentang keindahan dari bangsa Yunani Kuno dulu dipahami pula dalam arti yang lebih terbatas, yakni secara kualitatif yang diungkapkan dengan angka-angka. Keindahan dianggap sebagai kualita dari benda-benda yang disusun (yakni mempunyai bagian-bagian). Hubungan dari bagian-bagian yang menciptakan keindahan dapat dinyatakan sebagai perimbangan atau perbandingan angka-angka.
Bangsa
Yunani menemukan bahwa hubungan-hubungan matematik yang cermat sebagaimana
terdapat dalam ilmu ukur dan berbagai pengukuran proporsi ternyata dapat
diwujudkan dalam benda-benda bersusun yang indah. Bahkan Pythagoras yang
mencetuskan teori proporsi itu menemukan bahwa macamnya nada yang dikeluarkan
oleh seutas senar tergantung pada panjang senar itu dan bahwa macamnya nada
yang dikeluarkan oleh seutas senar akan menghasilkan susunan nada yang selaras
(yakni indah di dengar), apabila panjangnya masing-masing senar itu mempunyai
hubungan perimbangan bilangan-bilangan yang kecil misalnya 1:1, 1:2, 2:3 dan
seterusnya. Jadi menurut teori proporsi ini keindahan terdapat dalam suatu
benda yang bagian-bagiannya mempunyai hubungan satu sama lain sebagai bilangan
bilangan kecil. Contoh visual untuk perimbangan yang menyenangkan dilihat dan
karenanya disebut indah oleh bangsa Yunani dulu ialah bentuk empat persegi,
elips yang masing-masing mempunyai proporsi 1:1,6 atau 3:5. Perimbangan itu
dinamakan perbandingan keemasan (golden ratio).
Teori
perimbangan berlaku dari abad ke-5 sebelum masehi sampai abad ke 17 maschi
selama 22 abad. Teori tersebut runtuh karena desakan dari filsafat empirisme
dan aliran-aliran termasuk dalam seni. Bagi mereka keindahan hanyalah kesan
yang subyektif sifatnya.
Keindahan hanya ada pada pikiran orang yang menerangkannya dan setiap pikiran melihat suatu keindahan yang berbeda-benda. Para seniman romantik umumnya berpendapat bahwa keindahan sesungguhnya tercipta dari tidak adanya keteraturan, yakni tersusun dari daya hidup, penggambaran, pelimpahan dan pengungkapan perasaan. Karena itu tidak mungkin disusun teori umum tentang keindahan.
Sesuai dengan puisi diatas, keindahan yang tercipta berasal dari daya hidup sang tokoh untuk mengajar, pelimpahan keadaan pagi hari, dan perasaan sang tokoh yang menciptakan keindahan bagi dirinya.
Comments
Post a Comment